Selasa, 17 Januari 2012

Vacation: Garut - Bandung, Conditionally Trip

Garut, hari Kamis, 2 Juni 2011 Masehi
Tanpa ada rencana yang jelas, kami berangkat dari Serpong ke terminal Lebak Bulus naik taksi. Saya dan teman-teman kantor saya namanya Isti, Anggi, Ganis dan Mas Fey. Sampai di terminal Lebak Bulus, kami duduk-duduk di emperan masjid di terminal sambil menunggu teman yang lain yaitu Rizky dan Robi.

Nggak lama kemudian, lengkap sudah personelnya dan kami naik bus ke Garut. Sepi, penumpangnya hanya kami bertujuh, serasa bus pariwisata kami aja. Kurang lebih 3 jam berlalu, kami sampai di terminal Garut. Di seberang terminal ada masjid umum, kami pun singgah disana untuk shalat Dzuhur. Sejenak menghela nafas, teman kami yang dari Bandung, Hendris, tiba disitu juga. Setelah itu kami menyewa angkot kecil disana seharga 300 ribu rupiah untuk mengantar kami ke daerah pedesaan di Garut, tepatnya ke rumah Uwa (paman) Isti.

Isti, Spesialis Sambel Cobek
Sekitar 1 jam perjalanan, kami sampai dirumah Uwa-nya Isti. Langsung saja Isti mengulek sambal cobek favouritnya yang juga menjadi sambal favorit teman-teman. Tentu saja setelah itu kami makan bersama. Alhamdulillah..kenyang. Supaya Pak sopir angkot sewa tidak terlalu lama menunggu, kami segera bergegas untuk berangkat ke Pantai Santolo. Sayang, Isti tidak bisa ikut, dia kami tinggalkan di rumah Uwanya. Daaaaa...wkwkwkk

Hendris, sang Pujangga
Perjalanan ke Pantai Santolo sekitar 3 jam kami tempuh dengan bernyanyi bersama di dalam mobil sewa. Kadang ada yang melantunkan puisi, siapa lagi kalau bukan Hendris. Bahkan beberapa kali Hendris menjadi bahan ketawa karena puisinya itu sangat melow dan galau. Apalagi disusul lagu Vierra. Heheheeee..rame, mendadak ada semacam pasar di mobil. Waktu Maghrib kami sampai disana. Kami langsung cari penginapan di pesisir Pantai Santolo. Harga sewa penginapan beragam. Didekat toko menjajakan Rp 100.000,- /malam, di dekat masjid menawarkan Rp 150.000,-/malam. Tapi akhirnya kami memilih penginapan di depan pantai pas dengan sewa Rp 200.000,-/malam. Dari penginapan itu, kami bisa langsung melihat ombak pantai, derunya, anginnya semua terasa tajam pantai banget.
Usai meletakkan tas di penginapan, kami langsung bermain di pinggir pantai itu. Ini namanya main air malam-malam. Nggak lama kemudian kami terasa lapar. Munculah ide untuk makan ikan bakar di sekitar pantai. Dari beberapa warung yang ada, kami memilih warung di samping masjid dengan menu ikan tongkol dan lainnya. Saya lupa berapa harganya, tapi yang jelas, untuk berdelapan kami cukup mengeluarkan uang tidak lebih dari Rp 300.000,-.

Agak larut malam, akhirnya kami tumbang juga di penginapan untuk istirahat. Di penginapan yang kami sewa hanya ada 2 kamar, 1 kamar untuk para kaum perempuan seperti saya,dan 1 kamar lagi untuk kaum laki-laki.
Paginya, kami puas-puaskan bermain di Pantai itu, ya, Santolo Beach yang masih alami, berpasir putih dan berair hijau. Kami juga memaksa Anggi dan Mas Fey untuk menjadi duyung yang dikubur dengan pasir pantai. Awalnya tidak semua dari kami yang mau basah, tapi akhirnya satu persatu kami seret paksa kedalam air, korban terakhir adalah Ganis.

Bukan hanya itu, pernak-pernik hewan laut membatu yang Ganis kumpulkan juga hilang disambut ombak yang menepi.

Kerang Misterius
Agak terik kami naik perahu tradisional menyeberang ke pulau kecil disamping kiri pantai Santolo. Kami berjalan dan berjalan dan disana banyak terumbu karang. Perjalanan saya dan Ganis memburu kerang kecil yang beraneka ragam warna dan coraknya. Sungguh begitu indah, Maha Besar Allah dengan segala ciptaanNya, yang menciptakan begitu banyak corak yang selalu unik dan warna-warna indah yang susah kami definisikan.

Saya dan Ganis makin asyik memburu kerang favorit kami yaitu yang bulat, berwarna putih susu dan tidak punya mulut. kerang ini sangat unik menurut kami karena beberapa pertanyaan besar seperti dimana bagian yang hidup?, dimana mulutnya?, apakah ia sudah membatu?.
Kami berdua yang masih berunding tanpa jawaban pun akhirnya dipanggil teman-teman yang sudah berteduh di emperan warung di pinggir pantai itu. Kami makan bersama lagi, dan lagi-lagi saya lupa berapa harganya karena Anggi yang mengurusi pembayaran. Mas Fey order untuk 1 kg kerang rebus. Cara makannya dengan dicuplik mulutnya, keluar dagingnya baru dicocol saus cabe. Gurih dan enakkkk...Nah!! setelah saya perhatikan, akhirnya saya dan Ganis menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan besar kami. Kerang yang unik tak bermulut tadi sebenarnya hanya bagian tutup hewan kerang yang sebenarnya. Jadi bukanlah sebuah individu, tetapi bagian dari tubuh kerang.

Banana Boat dan penarik celana
Dan alhamdulillah kenyang. Kami kembali menyeberang lalu naik Banana Boat dengan harga sewa Rp.150.000,- sebanyak 5 kali putaran. Tenang, rame-rame berdelapan kita naiknya. Dengan beraninya saya ikut naik padahal saya sama sekali nggak bisa renang. Pada saat berputar-putar kami sengaja dijatuhkan, inilah sensasinya.
Lalu kami akan berenang dan naik Banana Boat lagi dan lagi. Nah, masalahnya saya nggak bisa renang. Pernah ketika itu didepanku adalah Ganis. Dan ketika nyebur di air, saya yang tak bisa renang ini langsung reflek cari bantuan. Dan nampaknya saya memang bersikukuh pegangan celana Ganis. Hahahahaaaaa...pas udah selesai gitu, Ganis complain, “Siapa tadi narik-narik celanaku pas lagi renang?? Hampir mo mlorot deh” ketika saya jawab, “aku Nis, aku khan gag bisa renang, hanya bisa pegangan kalian...hahahaaaaa” teman-teman tertawa lepas menertawakan kepolosanku dan kejadian itu..sungguh..kocakkk..
Saat itu hari Jumat, teman-teman langsung mandi dan jumatan di masjid dekat pantai. Dan kami bersepakat untuk meninggalkan Santolo Beach sehabis jumatan.

Angkot mobil Box
Ya, kami naik angkot menuju kota Garut. Tahu nggak? Enggak tahu khan? Angkot yang kami tumpangi itu bentuknya mobil bak terbuka yang dikasih atap terpal. Kalau nggak salah bayarnya 10ribu per orang. Ternyata untuk menuju Garut kota mesti transit dulu lalu disambung travel. Dalam kondisi sesak penumpang, kami terpaksa naik daripada sampai sore nggak ada travel. Meski isi travel juga banyak penumpang yang bukan rombongan kami, masih saja suara-suara kami yang mendominasi karena gelak tawa akibat puisi-puisi Hendris.

Hendris, sang Chief
Oke, persinggahan berikutnya adalah di Garut kota. Kami ikut aja dengan ketua rombongan, Mas Fey. Dan kami memutuskan untuk bermalam di rumah Uwa-nya Mas Fey. Kami makan bersama di warung makan sunda di dekat sana. Kemudian belanja bahan masak untuk makan malam dan sarapan besok pagi. Hendris pimpinan masaknya. Ya, malamnya kami masak bersama dipimpin Hendris. Apa saja yang dimasak? Kangkung, opor ayam, cumi goreng dan tempe goreng. Untuk paginya kami simpelkan dengan cukup membuat nasi goreng spesial tentunya. Eh tahu nggak yang paling rajin beres-beres tempat tidur itu siapa? Hendris!.heheeeee

Brondol dan Chocodot
Oh...setelah sarapan, kami memutuskan untuk meninggalkan rumah Uwa Mas Fey. Kami berjalan-jalan di sepanjang jalan raya di Kota Garut untuk memburu oleh-oleh khas daerah sana. Apa saja yang kami dapatkan? Dodol kacang ada kacang hijau dan kacang merah, Brondol (Brownies Dodol), Chocodot (Coklat dodol) ada yang rasa cabe, melon, nanas, strawberry,mangga, dan sebagainya.


Goodbye Garut, Bandung i'm coming

Yah...lumayan capek,tapi perjalanan bagpacker dadakan ini berlanjut ke Bandung, mendarat di terminal Leuwi panjang. Disanalah beberapa dari kami berpisah. Robi memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Ganis memutuskan untuk kerumah kakeknya. Rizky ikut Hendris ketempat tinggal Hendris di Bandung. Tinggalah saya, Anggi, Mas Fey dan Adik Mas Fey yaitu Verra. Kami langsung singgah dirumah Mas Fey di Bandung. Dari terminal Leuwipanjang kearah Dayeuh Kolot, kanan jalan masuk di gang yang ada pos ojek dan tukang becak. Kami istirahat, dan sekalian ukur jaket angkatan.
Sorenya, kami iseng pengen ke King Mall di Kota Bandung. Anggi berboncengan dengan Mas Fey, Saya dengan Verra. Dan ternyata hanya sebentar kami di King, jam 20:00 WIB sudah tutup lhooo..

Punclut, bintangku ribuan
Merasa kurang puas, kami pun muncul ide untuk pergi ke Punclut. Tapi sebelum berangkat, kami telpon Hendris dan Rizky, serta teman kantor kami lagi yang berasal dari Bandung, Kang Herlan bersama istrinya. Ya, akhirnya jalan menanjak ke Pluncut yang super macet kami taklukkan. Owh...ribuan bintang bertaburan terlihat dari Punclut, tapi bintangnya dibawah, bukan di langit. Heheeee.. ternyata acaranya makan. Disana penuh dengan warung-warung makan yang ramai pengunjung.
Malam semakin terasa malam, lalu kami pulang ke tempat asal masing-masing. Istirahat, tidur, dan paginya saya yang harus lebih dulu meninggalkan Bandung daripada Anngi dan Mas Fey.
Pagi itu, hari Ahad (Minggu) saya ada undangan reuni Prabawiyatatama Jabodetabek di Ragunan Zoo. Saya naik bus dari terminal Leuwipanjang ke Lebakbulus, Jakarta Selatan.
Goodbye Bandung...

2 komentar:

  1. asslmkm,
    kak mau tanya donk, kalo naik perahunya bayar berapa?

    BalasHapus
  2. waalaikumsalam..
    waktu itu naik perahu dibawah 100ribu, banana boat 150ribu dek..

    BalasHapus