Senin, 27 Mei 2013

Hanya Aku dan Tuhanku yang Tahu


"Engkau tahu, duhai tetes air hujan, kering sudah air mata, tidur tak nyenyak, makan tak enak, tersenyum penuh sandiwara, tapi biarlah Tuhan menyaksikan semuanya.
Engkau tahu, duhai gemerisik angin,kalau boleh, ingin kutitipkan banyak hal padamu, sampaikan padanya sepotong kata, tapi itu tak bisa kulakukan, biarlah Tuhan melihat semuanya.
Engkau tahu, duhai retakan dinding,sungguh aku tak tahu lagi berapa dalam retaknya hati ini, besok lusa, mudah saja memperbaiki retakanmu dinding, tinggal ambil semen dan pasir, tapi hatiku, entah bagaimana merekatkannya kembali, tapi biarlah Tuhan menyaksikan semuanya."
Terpikir olehku, harusnya ini semua tidak terjadi jika aku tidak jatuh hati kepadamu, tak perlulah aku sekarang sakit hati.
Tak ada yang tahu, mengapa masalah ini sangat mencekikku. Separuh hatiku habis sudah. Dan aku harus melanjutkan hidupku dengan sisanya. Bahkan, aku merasa menyesal harus mengenal, berurusan, dan harus ada sepotong kisah menyakitkan nurani ini, juga ketidakmampuanku membentengi diriku dari semunya harapan.
Dulu hidupku baik-baik saja. Aku menikmati semua yang aku raih. Tapi sekarang, separuh hatiku habis. 2 tahun seakan tak berarti.
Kau harus tahu, hatiku adalah kaca yang kaupecahkan. berantakan, dan tak akan pernah kembali utuh. Dengan seperti itulah aku melanjutkan hidupku dan hanya Tuhanku yang Tahu.
Duhai urusan perasaan. Ketika seseorang berhenti menangis karenanya, maka beberapa saat kemudian, tentu saja airmatanya akan kering di pipi, isaknya akan hilang disenyap, seperti tidak ada lagi sisa tangisnya di wajah juga tiada lagi mata berkaca-kaca. Tetapi tangisan itu tetap tertinggal di hati. Kesedihan, rasa sakit, kesendirian, beban yang membekas.
Boleh jadi sebentar, boleh jadi selamanya.
Wahai kawan,mungkin tulisan ini terdengar lebay. Jika engkau ingin tertawa,tertawalah... semoga suatu saat Allah membuatmu untuk mengerti.

Selasa, 23 April 2013

cause the life I had before


You could be my unintended Choice to live my life extended. You could be the one I’ll always love. You could be the one who listens to my deepest inquisitions. You could be the one I’ll always love. I’ll be there as soon as I can. But I’m busy mending broken pieces of the life I had before. First there was the one who challenged All my dreams and all my balance. He could never be as good as you. You could be my unintended Choice to live my life extended. You should be the one I’ll always love. I’ll be there as soon as I can. But I’m busy mending broken pieces of the life I had before. I’ll be there as soon as I can. But I’m busy mending broken pieces of the life I had before. Before you.

Minggu, 17 Maret 2013

itukah caranya?



ya Allah,,benarkah alasan ibunya tak menerimaku karena aku bukan orang sekota dengannya? sudahkah berbeda jauh? ataukah karena alasan lain? untuk menjaga perasaanku saja? tanpa melihat bertemu denganku pun ya Rabb?

jika memang dia masih menganggapku, mengapa dia memutus silaturahim denganku baik dunia nyata maupun maya?
jika memang mau jujur saling terbuka, mengapa dia menutup aksesku kepadanya sementara dia kepadaku tidak?
jika memang dengan memblokirku niatnya untuk tidak memikirkan aku, benarkah itu dia sadar bicara? bukankah itu berarti dia berusaha melupakanku?
jika memang dia berjuang untukku, menunggu luluh hati ibunya, mengapa dia justru menceritakan kekuranganku dan kejelekanku tentang hal yang sebenarnya kurang pantas diceritakan pada orang tua? itukah usahanya untuk meminta restu??? itukah yang dia namakan perjuangan???
jika memang dia menjaga perasaanku, mengapa setiap kedatangannya menceritakan perkenalannya dengan pilihan-pilihan ibunya/bapaknya/pakdhenya/budhenya/buliknya/pakliknya? padahal aku mampu menolak perjodohan2 dari bulikku...dan dia tahu..
apakah saya boleh mengharapkannya? seperti semacam antri menunggu barangkali saya ini pilihan terakhirnya?
jika memang hanya aku satu-satunya, mengapa bukan hanya aku yang dikunjunginya?
jika memang dia masih berjuang untukku, mengapa dia bilang "saya manut ortu aja dik"? apakah itu kalimat biasa? yg mudah dia lupakan? bukankah itu berarti bahwa dia tidak memilihku? dan mengapa kalimat itu bagiku terlalu cepat keluar dan disaat dia mengunjungiku dirumahku yang di plosok desa dengan keadaan jauh berbeda dengan dirinya? tahukah dia aku merasa terbuang dalam sedih dan di tengah-tengah cobaan saat itu?
jika memang dia hanya menginginkan aku dan memintaku untuk menunggunya,mengapa dia memintaku untuk jangan berharap banyak padanya?
ya Rabb, dia punya kemauan untuk mencarikan tiket mudik bersama wanita lain, padahal kepadaku tidak..dia hanya menantangku mau memubadzirkan tiketku atau tidak? Kau tunjukkan hamba apa ya Rabb? benarkah memang dia lebih mencintainya?
jika memang dia membatasi diri dengan wanita lain mengapa dia justru berdua ----sampai rumah? padahal jika itu yang melakukan adalah aku maka tidak ada maaf bagiku dan selalu menjadi buah bibir alasan untuk meninggalkanku?
itukah cinta yang pernah dia nyatakan ?
itukah caranya ?
itukah dirinya ?

Mudah Saja


Tuhan.. aku berjalan menyusuri malam setelah patah hatiku..
aku berdoa semoga saja ini terbaik untuknya
dia bilang: kau harus bisa seperti aku,yang sudah biarlah sudah.
mudah saja bagimu,mudah saja untukmu andai saja cintamu seperti cintaku.
selang waktu berjalan kau kembali datang tanyakan keadaanku.
kubilang:kau tak berhak tanyakan hidupku, membuatku semakin terluka.
mudah saja bagimu, mudah saja untukmu coba saja lukamu seperti lukaku,
kau tak berhak tanyakan keadaanku
kau tak berhak tanyakan keadaankuuuuuuu

Senin, 04 Februari 2013

Suami-Suami yang (Pandai) Menuntut


Senin siang itu, Daily Hadits di sebuah kantor memasuki bab Hak Suami Atas Istri. "Istriku kemarin berdosa padaku," komentar seorang suami selepas mendengar hadits bahwa istri yang menolak ajakan suaminya dilaknat malaikat hingga pagi. "Mengapa?" tanya temannya sambil menemani meninggalkan mushala. "Karena ia menolak ajakanku malam itu," jawabnya. "Kau sudah memaafkannya?" Tidak ada jawaban hingga keduanya berpisah, masuk ke ruang kerja masing-masing. Seringkali manusia tidak proporsional dalam memandang kehidupan dan menyikapi permasalahan di dalamnya. Termasuk laki-laki, dalam bab hak dan kewajiban suami istri. Seperti penggalan kisah di atas. Dan itu bukan satu-satunya kasus. Tentu hadits yang disampaikan lewat speaker mushala itu benar. Namun mengapa justru pemahaman yang diambil adalah "justifikasi" atas egoisme yang selama ini ada dalam diri. Setidaknya, mengapa ada suami –sadar atau tidak- yang suka jika istrinya berdosa? Kalau memang salah, bukankah lebih baik jika dibimbing dan dimaafkan? Bukan dimasukkan dalam daftar hitam dibalut dendam. Ini renungan bagi kita semua. Para suami. Terlebih jika istrinya seperti istri lelaki dalam kisah di atas; bekerja. Bukankah itu berarti istri telah membantu suami meringankan kewajibannya? Dengan berlelah-lelah turut mencari nafkah. Lalu di rumah ia harus mendidik putra-putrinya. Tanpa khadimat, ia pula yang menangani hampir semua urusan domestik; membersihkan rumah, mencuci, menyetrika. Dengan agenda kegiatan harian sebanyak itu, wajar jika pada hari-hari tertentu istri keletihan. Lelah. Maka, dalam kondisi demikian kadang-kadang istri menolak "ajakan" suami. Tentu berbeda jika penolakan itu selalu terjadi atau sering dilakukan istri. Yang lebih parah, jika tanpa alasan. Dalam kondisi ini suami layak marah. Dan jika suami marah, "malaikat melaknat istri itu hingga pagi." Marilah kita berkaca pada diri Nabi. Suami ideal yang telah mensabdakan hadits itu. "Beliau biasa menjahit pakaiannya," kata Aisyah istri tercinta, "menjahit sandalnya, dan mengerjakan apa yang biasa dikerjakan kaum laki-laki di rumah." Maka bagi suami yang suka menuntut istri, sudahkah ia memberikan hak kepada istrinya juga? Sebab bagi suami egois, yang ada adalah menuntut dan meminta. Menuntut agar istrinya tampil cantik, sedangkan ia tak pernah bercermin. Menuntut istrinya selalu rapi di hadapannya, sementara ia sendiri tidak memperhatikan betapa awut-awutan rambutnya. Menuntut istri menyediakan makanan-makanan lezat, sedangkan uang belanjanya tak cukup memenuhi permintaannya. Memarahi istri saat tidak memenuhi ajakannya, sementara ia tak pernah merespon ketika istri membutuhkan dan memberi isyarat padanya. Bisa jadi salah satu sebab itu terjadi adalah karena kurang pahamnya suami istri akan hak dan kewajiban masing-masing. Kurang komprehensif dalam memahami tuntunan Islam, hanya mengambil setengah-setengah. Sebagian. Melupakan sebagian lainnya. Apalagi jika yang dipahami adalah haknya saja. Misalnya karena suami hanya membaca buku "Kewajiban Istri dan Hak Suami" sedangkan istrinya justru membaca, "Kewajiban Suami dan Hak Istri." Jadilah keduanya saling menuntut. Bukan saling memahami. Alangkah indahnya jika suami istri saling memahami, saling mencintai, saling berbagi dan saling meringankan beban. Seperti kata Ali, "Demi Allah, aku selalu menimba air dari sumur hingga dadaku terasa sakit," lalu dengan penuh cinta Fatimah menimpali, "Dan aku, demi Allah, memutar penggiling gandum hingga tanganku melepuh." Wallaahu a'lam bish shawab.[Muchlisin]http://www.bersamadakwah.com/2011/03/suami-suami-yang-pandai-menuntut.html